This Short Story you 'Bout to Read
SAUDARA
Karya : Adzin Hafidh Albar
Kelas : XI MIPA 4
Karya : Adzin Hafidh Albar
Kelas : XI MIPA 4
Aku
adalah anak perempuan berumur 9 tahun, aku tinggal di sebuah desa kecil yang
tidak dekat dengan kota-kota. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku sebagai
anak tunggal, sebenarnya aku memiliki saudara, tapi dia tidak ada disini
sekarang. Aku mencintai keluargaku, tetapi entah kenapa keluargaku tidak
berfikir sama.
Setiap hari aku pergi ke sekolah di luar desa sekitar 3
Kilometer dari rumahku. Aku selalu pergi kesana bersama saudaraku, selama
perjalanan kita sering mengobrol tentang berbagai hal yang lucu. Tetapi
terkadang aku kesulitan mendengar suara saudaraku ketika dia berbicara. Ketika
di sekolah saudaraku selalu mengantar aku sampai tempat dudukku di kelas,
bahkan hingga akhir jam sekolah dia tidak pernah meninggalkan sekolah. Dia
memang sangat peduli dengan aku, ketika jam istirahat saudaraku tidak memakan
apa-apa, dia bilang dia sudah makan sebelum berangkat jadi dia tidak lapar.
Walaupun aku masih merasa kasihan ke dia, aku tetap percaya dengan
kata-katanya.
Sepulang sekolah, sebelum aku sampai gerbang
teman-temanku mendatangiku dan meminta uang. Aku menolaknya tetapi mereka tetap
memaksa, untung saja ada saudaraku. Dia sangat berani sampai teman-temanku
langsung lari dan tidak pernah mengangguku lagi. Saat perjalanan pulang langit
terlihat mendung, dan sepertinya akan hujan. Aku langsung berlari ke tempat
yang teduh di seberang kuburan setempat, sebuah gubuk tua yang masih berdiri
setelah lebih dari 20 tahun. Ditemani saudaraku disana aku mulai merasa
mengantuk, tanpa sadar aku tidur di pangkuan saudaraku. Ketika aku bangun, hari
sudah gelap dan udara mulai dingin. Aku langsung berlari kembali ke rumah,
tetapi jalannya terlalu gelap sehingga aku kehilangan arah. Saat itu aku sangat
takut, aku tidak tahu haru berbuat apa karena saat itu juga saudaraku tidak ada
bersamaku. Akupun berusaha tenang walaupun mengangis, kemudian sebelum aku
putus asa saudaraku keluar dari bagian dalam hutan. Dia bilang aku harus
mengikutinya agar sampai ke rumah.
Saudaraku berjalan sangat cepat sampai aku sulit
mengikutinya. Setelah berlari sekitar 15 menit aku sampai pada sebuah padang
luas yang terdapat sumur di tengahnya. Aku melihat kedalam sumur, lubangnya
gelap dan terlihat seperti tidak memiliki dasar. Saudaraku tidak memberitahu
aku kenapa aku ada disini, kemudian tiba-tiba saudaraku lari kembali ke dalam
hutan. Aku panik dan langsung mengejarnya, sambil menangis aku melewati
padatnya hutan sampai akhirnya aku keluar dekat rumahku. Aku langsung memasuki
rumah dan melihat orang tuaku, mereka terlihat sangat khawatir. Aku
menceritakan bagaimana saudaraku menunjukkan jalan kembalu ke rumah, awalnya
orang tuaku terlihat sedikit prihatin tetapi mereka tetap percaya dan
menyuruhku untuk istirahat agar tidak telat ke sekolah besok.
Sebelum tidur aku sempat mendengar orang tuaku berbicara
tentang sebuah pengusir, aku tidak mengerti apa maksud mereka kemudian aku
langsung ke kasur dan tidur. Keesokan harinya rumahku sunyi, tidak ada suara
persiapan atau suara memasak. Ketika aku keluar kamar, kedua orang tuaku sedang
mengobrol. Aku menyapa mereka dan memakan sarapan, setelah itu aku berangkat ke
sekolah. Hari ini saudaraku sedang tidak ada, aku tidak tahu kemana dia pergi
maka karena itu aku berangkat sendiri. Ketika aku melewati gubuk tua di
seberang kuburan aku merasa sedang di awasi, sensasi dingin melewati pundakku.
Akupun mempercepat langkah dan berlari ke sekolah, ketika di sekolah
teman-temanku tidak mau mendekatiku. Mereka terlihat ketakutan, aku tidak
menghiraukan mereka dan duduk di tempat dudukku. Entah mengapa bahkan di
sekolah aku masih merasa diawasi, bukan oleh teman-temanku tetapi oleh sesuatu
atau seseorang yang mahir bersembunyi.
Selama di sekolah, tidak ada yang mau berbicara denganku,
bahkan guru-guru terlihat mempercepat percakapan mereka denganku. Aku mulai
merasa tidak nyaman dan tidak sabra agar bel pulang berbunyi. Ketika bel
berbunyi aku langsung lari keluar dari kelas, keluar sekolah, dan menuju sumur
yang kemaren ditunjukkan oleh saudaraku. Aku kira aku bisa menemui saudaraku
disanam tetapi tempat itu kosong dan sunyi. Ketika aku melihat ke dalam sumur,
di dalamnya terdapat air dan aku bisa melihat dasarnya. Tak jauh dari sumur
terdapat kertas kecil yang berisi tulisan ‘Maafkan aku adikku, aku tidak bisa
melindungimu, tetapi tidak apa-apa karena aku akan kembali bersamamu sebentar
lagi. Aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu lagi Rau-‘ lanjutan dari
tulisan tidak dapat kubaca. Berbaring di samping kertas itu terdapat foto tua
dari sebuah keluarga. Seorang ayah, ibu, dan dua anak. Anak terkecil terlihat
seumuran denganku, dan muka kakaknya telah hilang dan berwarna hitam.
Semakin lama aku berada di tempat itu, aku merasa semakin
tidak enak. Akupun meninggalkan foto dan kertas tersebut kemudian berlari
kembali ke rumah, sebelum aku sempat berlari, aku melihat seseorang berdiri di
dalam hutan. Mukanya hitam, bajunya basah, dan tangannya kulitnya pucat
abu-abu. Setelah beberapa saat aku melihat kembali ke dalam sumur, dan aku
melihat sebuah mayat mengambang, mayat yang kulihat memiliki baju yang sama
dengan orang yang kulihat di hutan. Dengan panik aku berlari ke arah lawan,
tidak tahu harus berbuat apa aku hanya berharap bisa sampai ke rumah. Satu
menit berlari terasa seperti satu jam, setiap pohon yang aku lewati terasa
seperti sebuah rintangan besar. Dan setiap kali aku menengok ke belakang aku
selalu melihatnya, akupun terus berlari tak tahu ke arah mana.
Secara beruntung ketika aku berlari, aku bertemu dengan
orang tuaku, mereka bilang mereka sudah tau apa yang terjadi. Mereka segera
membawaku ke rumah, dan di dalam rumah ada seorang ustad yang orang tuaku
bilang dapat membantu kita. Keadaan sempat sunyi, tidak ada tanda-tanda
kedatangan apapun. Setelah menunggu sekitar 40 menit masih tidak ada apapun
yang terjadi. Orang tuaku sudah mulai lega, dan ustadnya sudah mulai tenang.
Ketika kita kira sudah tidak ada masalah lagi, lampu tiba-tiba mati, dan
terdengar suara berat yang tidak dapat diartikan. Kemudian keadaan sunyi lagi,
tiba-tiba akupun tertarik oleh sesuatu yang kuat. Orang tuaku menahan tarikan
dan ustad mencoba untuk melemahkan tarikannya.
Barang-barang di dalam rumah terlempar-lempar, dan
lampu-lampu mati-nyala. Kedua orang tuaku mulai panik dan kehilangan
genggamannya. Pada saat itu juga aku berteriak berhenti sekeras-kerasnya,
tarikan itupun hilang dan semuanya kembali tenang. Akupun berbicara dengan
keras.
“Aku tahu, kamu sudah kehilangan adikkmu dan kamu ingin
dia kembali, tapi aku bukanlah adikmu yang pernah kau miliki, dia sudah berada
di tempat yang lebih indah sekarang. Dan dia pasti sudah menunggum di alam
sana, aku menyukaimu sebagai saudaraku, tetapi kita berasal dari tempat yang
berbeda, kembalilah bersama adikmu dengan tenang dan tinggalkan aku dan
keluarga tinggal dengan damai.”
Setelah kata-kata itu keadaan menjadi sunyi, tidak ada
suara, tidak ada gerakan. Sepertinya jiwanya telah ikhlas melepaskan adiknya
dan telah naik kea lam yang lebih indah. Selama ini aku kira aku memiliki seorang
saudara yang sangat peduli denganku, tetapi terkadang kehidupan sering
mengecewakan. Maka lebih baik kita mensyukuri apa yang kita punya dan merelakan
segalanya yang telah hilang tak peduli seberapa pentingnya hal itu. Semoga saja
kejadian ini tidak terjadi lagi, meskipun aku masih mengharapkan untuk memiliki
seseorang yang sangat peduli denganku.
tbh there's nothing wrong with the story besides it being kinda cringy, so yeah.
This was a school project btw so bear with me.
hai adek
ReplyDelete